SELAMAT DATANG DI BLOG BOCAH NDALAN

Blog ini berisi tentang pendidikan agama islam yang diasuh oleh ustad ahmad Sa'ad.

Senin, 03 Oktober 2011

Antara Tafsir,Ta’wil dan Terjemah

TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH
A. Pengertian Tafsir.
Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Pada dasarnya kata tafsir berdasarkan bahasa tidak terlepas dari kandungan makna Al-Qur’an (Menjelaskan) Al- Bayan ( Menerangkan ) Al-Kasif ( Mengungkapkan ), Al-Azhar ( Menampakkan ) dan Al-Ibanah ( Menjelaskan ). Tafsir secara Istilah adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucap lapaz Al-Qur’an, makna-makan yang ditujukan dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersusun serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun. Dari penjelasan diatas pemakalah mencoba menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah menjelaskan atau menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum paham maksudnya.
B. Pengertian Ta’wil
Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Diantara firman allah yang mengemukakan kata Ta’wil adalah Artinya : Untuk mencari Fitnah atau mencari-cari takwilnya, pada hal tidak ada yang mengetahui taqwilnya kecuali allah. ( Qs, Ali-Imran 7 )
Adapun menurut ulama terdahulu, Ta’wil artinya Tafsir karena itu bila dikatakan Tafsir Ta’wil Al-Qur’an, maka pengertiannya sama Ibn Jabir Al-tabari mengatakan dalam tafsirnya, suatu pendapat tentang ta’wil dalam firman Allah ini … atau ahli Ta’wil berbeda pendapat tentang ayat ini… yang dimaksud disini adalah ahli tafsir Ta’wil dalam istilah mempunyai dua pengertian yaitu :
Ta’wil menakwilkan kalam ( Kata-kata ) berarti apa yang dikembalikan kepadanya oleh orang yang berbicara atau apa yang di ta’wilkan oleh kata-kata dan dikembalikan, kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan hanya kepada hakekatnya, yaitu apa yang dimaksud, terbagi dua yaitu –insyak dan ikbar.
Ta’wil kalam yaitu menafsirkan dan menerangkan hatinya apa yang dikemukakan Ibn jabir At-Thabariy dalam tafsirnya katanya perkataan dalam menakwilkan firman tuhan itu, bagini dan begini
C. Pengertian Tarjamah.
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua.
Sedangkan pengertian tarjamah secara Etimologis menurut Muhammad Abh Al-’Azhim Zarqoni adalah mengungkapkan makna kalam (Pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain ( bukan Bahasa pertama ), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya. Kata terjemahan dapat dipergunakan dalam dua arti :
Tarjamah Harfiyah, yaitu mengalihkan lafas-lafas dari satu bahasa kedalam lafas-lafas yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
Tarjamahan Tafsiriyah atau Tarjamah maknawiyah yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib dengan kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya
D. Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil.
Abu ubaidan dan sekelompok ulama berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil adalah sama kata Al-Maturidy tafsir adalah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat ( lapad ) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah, maka ada dalil yang membenarkan penetapan itu, dipandanglah tafsir yang shohih. Kalau tidak dipandanglah tafsir yang berdasarkan pikiran yang tidak dibenarkan, ta’wil ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima ayat ( lapad ), yakini salah satu mutamilad, dengan tidak menyakini bahwa demikianlah yang sungguh-sungguh dikehendaki Allah
Dikatakan tafsir yaitu apa yang terjadi jelas didalam kitabullah atau jelas didalam hadist sohih, artinya itu jelas tampak, ta’wil yaitu apa yang disimpulkan oleh ulama, dalam hal nin ada yang mengatakan bahwa tafsir itu istilah apa yang bersangkut dengan ayat sedangkan ta’wil yaitu, pa yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan
Kesimpulannya tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Qur’an yang pengertiannya secara tegas mengatakan maksud yang dikehendaki Allah… Azza wa jala… Sedangkan ta’wil pengertian-pengertian tersirat yang diistimbatkan ( diproses ) dari ayat-ayat Al-Qur’an yang memerlukan perenungan dan perkiraan, serta merupakan sarana pembuka tabi
Tafsir dengan terjemah, baik terjemah harfiyah maupun tafsiriyah tidak sama. Antar keduanya ada perbedaan-perbedaan antara lain:
1. Pada terjemah terjadi perpindahan bahasa dengan kata tidak ada lagi bahasa pertama yang melekat pada bahasa terjemah, tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterkaitan pada bahasa asalnya
2. Pada terjemah tidak boleh melakukan istidhrad yaitu penguraian yang meluas yang melebihi dari sekedar pemindahan bahasa, sedangkan tafsir boleh.
3. Pada terjemah dituntut terpenuhinya semua makna dan maksud yang ada pada bahasa yang diterjemahkan, tidak halnya demikian dengan tafsir.
4. Pada terjemah harus diakui bahwa sipenterjemah sudah melakukan terjemahan,sejau ia telah berhasil memindahkan makna bahasa pertama kebahasa terjemah,sedangkan tafsir tidak.

E. Klasifikasi tafsir bil ma’tasur dan tafsir bil ra’yi
1. Tafsir bi al-Matsur
Tasir bil al-Matsur disebut juga tafsir riwayah atau tafsir manqul yaitu tafsir al-Quran yang dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran berdasarkan atas sumber panafsiran dalam Al-Quran dari riwayat para sahabat dan dari riwayat para tabi’in. sebagaimana definisi oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H. A dalam manaa’ul Qaththan.
“Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, Al-Quran dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.”
Tafsir bi al-ma’tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Al-Quran yang dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Al-Quran sendiri dan apa-apa yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun bagi sebagian mufasir lainya tidak memasukkan pendapat tabi’in kepada tafsir bi al-matsur tetapi sebagai tafsir bi al ra’yi.
Hal ini mungkin karena pendapat tabi’in sudah banyak tekooptasi akal atau karena mufasirnya dalam menafsirkan al-quran lebih memprioritaskan kaidah-kaidah bahasa tanpa mementingkan aspek riwayah berbeda dengan sahabat yang memiliki integritas dan kemungkinan besar untuk mengetahui fenafsiran suatu ayat berdasarkan petunjuk nabi bahkan penafsiran sahabat yang menyaksikan nuzul wahyu di hukumi marfu Nabi.
Adapun alasan pendapat yang memasukkan pendapat sahabat sebagai tafsir bi al matsur karena di jumpai kitab-kitab tafsir bi al matsur, seperti tafsir al-thabary dan sebagainya tidak mencukupi dengan menyebutkan riwayat-riwayat dari Nabi atau sahabat saja, tetapi perlu memasukkan pendapat sahabat dalam tafsirnya . Di samping itu, para tabi’in banyak yang bergaul dengan sahabat. Mempelajari ilmu-ilmu mereka dan banyak mengetahui hal ihwal al-Quran dari mereka di banding generasi berikutnya. Apalagi, jika penafsiran itu menyangkut persoalan-persoalan metafisika yang berada di luar kemampuan mereka.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir bi al-matsur bersumber pada al-Quran, penjelasan nabi, pendapat sahabat dan tabi’in.
Dari dua penjelasan di atas maka dapat dipertegas lagi, bahwa penafsiran bi al-ma’tsur ialah: Penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran, penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan Hadits, dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan Asar yang datang dari para sahabat.

2. Tafsir bi al Ra’yi
Menurut Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A dalam manna’ul Qaththan.
“Tafsir bi al Ra’yi ialah (tafsir al-Quran) dimana dalam tafsir tersebut mufasir menerangkan makna hanya berlandaskan kepada pemahaman yang khusus dan tidaklah keterangannya itu dari pemahaman yang sesuai dengan jiwa syari’ah dan yang itu berdasarkan nash-nashnya”.
Kata al ra’yi secara etimologis berarti keyakinan, qiyas dan Ijtihad. Jadi, tafsir bi al ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara Ijtihad. Yakni rasio yang dijadikan titik tolak penafsiran setelah mufasir terlebih dahulu memahami bahasa Arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian) nya dan mufasari juga menggunakan syair-syair arab jahili sebagai pendukung, di samping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, qira’at dan lain-lain.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan Ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Quran, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil pemiiran mufasir sendiri maka sering terjadi perbedaan di antara seorang mufasir dengan mufasir lainnya dibanding tafsir bil al-Matsur, tidak heran kalau ada sebagian ulama yang menolak corak penafsiran al-Ra’yi ini, seperti halnya Ibn Taimiyah. Ini bukan berarti tafsir corak ini tidak mendapat pendapat tempat di kalangan para ulama. Sebagian ulama menerimanya dengan syarat-syarat tertentu dan kaidah-kaidah yang ketat, syarat-syarat yang dimaksud adalah:
a. Menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya.
b. Menguasai ilmu-ilmu Al-Quran
c. Berkaidah yang benar.
d. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam dan menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.
Tidak terpenuhinya syarat-syarat ini, maka seorang mufasir akan terjebak pada penyimpangan dalam menafsirkan al-Quran. Di samping itu penerimaan mereka juga didasarkan atas ayat-ayat al-quran sendiri, yang menurut mereka, sering menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Ayat-ayat yang mendukungnya, sebagian dikutip al-Shubhi Shalih, di antaranya ayat ke-24 dari surat Muhammad dan ayat ke-29 dari surah shad.

Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga dengan istilah tafsir dirayah dan tafsir ma’qul, yaitu: “Penjelasan-penjelasan yang bersendi pada ijtihad dan akal, berpegang pada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya”. Ali As-Sabuni menjelaskan:
Artinya:
“Yang dimaksud dengan ar-ra’yu di sini adalah ijtihad, karena itu tafsir secara ra’yu berarti tafsir al-Quran berdasarkan ijtihad setelah mufassir mengetahui kata-kata dan uslub orang Arab dalam berbicara, serta menetahui lafaz-lafaz bahasa Arab dan pengertiannya”.
Jadi maksud ra’yu di sini bukan semata-mata pendapat, atau menafsirkan Al-Quran berdasarkan kata hati dan hawa nafsu seseorang. Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya telah menuliskan:
Artinya:
“Siapa yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan imajinasinya tanpa berdasarkan kaidah-kaidah, maka ia adalah orang yang keliru”.
Untuk menghindari kesesatan penafsiran Al-Quran, maka ijtihadnya harus disandarkan pada petunjuk-petunjuk yang benar. Berhubungan dengan hal ini, maka senada dengan imam Az-Zarkasyi, imam As-Suyuti menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang harus dipegangi dalam menafsirkan Al-Quran bi ar-Ra’yi itu ada empat, yaitu:
a. Dikutif dari Rasul dengan menghindari Hadits-hadits dha’if dan maudhu.
b. Mengambil dari pendapat para sahabat dalam hal tafsir karena kedudukan-nya adalah marfu.
c. Mengambil berdasarkan bahasa Arab secara mutlak, karena Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab.
d. Mengambil berdasarkan ucapan yang popular di kalangan orang Arab serta sesuai dengan ketentuannya syara.
e. Para ulama telah berselisih pendapat mengenai kedudukan tafsir bi ar ra’yi, sebahagian membolehkan dengan cara ini, sedang yang lainnya tidak tidak memperbolehkannya. Masing-masing pihak mempunyai argumentasi sendiri-sendiri, namun bila ditinjau dengan teliti dan cermat ternyata perselisihan itu tidak menyangkut masalah prinsip, hanya menyangkut cara pengungkapannya saja.
Oleh karena itu kedua pandangan tersebut bisa ditarik dan dipadukan, dimana tafsir bi ar-ra’yi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-Mahmud), yaitu: Penafsiran dengan ijtihad yang menggunakan kaidah dan persyaratan, sehingga jauh untuk menyimpang.
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela (al-mazmum), yaitu: apabila penafsirannya tidak memenuhi beberpa persyaratan, sehingga ia berada dalam kesesatan dan kejahilan.
F. Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an
1. Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Tafsir al-ijmali ialah penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.Contoh tafsir ijmali : Tafsir al-Jalalayn karya Jalal al-Din al-Suyuthi, Tafsir Al-qur’anul al-Azhim karya Farid al-Wajdi, Shafwah al-Bayan li Ma’an al-Qur’an karya Syekh Muhammad Mahlut, Tafsir al-Nuyassar karya Syekh ‘Abd al-Jalil ‘Isa.
2. Tafsir metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-qur’an dari seluruh aspeknya. Contoh tafsir tahlili : Kitab Tafasir karya Fachruddin al-Razi dan Tafsir Ibnu Jarir at-Thabari.
3. Tafsir mawdhuiy berarti penafsiran al-Qur’an menurut tema atau topik tertentu. Contoh tafsir mawdhu’iy : Kitab Min Huda Al-Qur’an karya Mahmud Syaltut, al-Mar’ah fi Al-Qur’an karya Mahmud al-‘Aqad, al-Riba fi Al-Qur’an karya Abu al-‘Ala al-Muwdudiy, Muqawwamah al-Insan fi Al-Qur’an karya Ibrahim Mhana, Tafsir Surat al-Fath karya Ahmad Sayyid al-Kumiy, Tafsir Surat Yasin karya Hasan al-Aridh.
4. Tafsir muqarin adalah yafsir yang menafsirkan sekelompok ayat al-Qur’an atau sesuatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan itu.
5. Tafsir al-Fikhiy atau tafsir al-ahkam adalah corak tafsir yang berorientasi kepada hukum Islam (fiqh). Contoh corak al-fikhiy : Al-Qurthuby Ahkamul Qur’an, As-Shobuny Ahkamul Qur’an dan Ahkamul Qur’an karya al-Jhissas
6. Tafsir lugawi terkadang disebut tafsir adabi, yaitu tafsir al-Qur’an yang dalam menjelaskan ayat-ayat susi al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti dari segi I’rab dan harakat bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusastraan. Contoh tafsir ini : “Al-Kasysyaf” karya Az-Zamakhsyari, Tafsir “Bharul Muhit” karya Al-Andalusi.
7. Tafsir keilmuan adalah penafsiran al-Qur’an tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bidang ilmu pengetahuan alam dan pengetahuan umum.Contoh tafsir ini : Imam Fakhr A-Razi di dalam tafsir al-Kabir. Imam Al-Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’a, Imam As-Suyuthi di dalam al-Itqan.
8. Al-Tafsir al-falsafy atau al-tafsir al-rumaziy atau al-tafsir al-‘aqliy adalah tafsir al-Qur’an yang beraliran filsafat, yang pada umumnya difokuskan kepada bidang filsafat dan menyesuaikan paham filsafat melalui petunjuk berupa rumus-rumus. Contoh tafsir ini. Fachruddin al-Razi dengan karyanya Mafatihul Ghaib dab az-Zamakhsyari dengan al-Kasysyaf.
9. Tafsir sufiy di bagi dua yaitu :
a. al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy (teoritis) adalah tafsir yang disusun oleh ulam-ulama yang dalam menafsirkan al-Qur’an berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka anut dan kembangkan.
b. Tafsir sufi Faidli atau Isyari Yaitu penafsiran al-Qur’an dalam bentuk perwakilan yang sesuai dengan isyarat-isyarat tersembunyi dari ayat-ayat itu dan tampak bagi kaum sufi tatkala mereka melakukan suluk.
 Tafsir yang bercorak shufiy adalah Tafsir Al-Qur’an al-Azhim karya Abdullah al-Tustury, Haqaiq al-Tafsir karya al-‘Alamah al-Sulamiy, ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an karya Imam al-Syiraziy.
10. Tafsir sosiokultur (adabul ijtimia’iy) merupakan penafsiran ayat yang menjelaskan tentang perubahan sosio-budaya yang terjadi di masyarakat dalam perspektif al-Qur’an, menjelaskan tentang fitrah kemanusiaan dan sebab-sebab kemajuan dalam sejarah dan menyimpulkannya dari al-Qur’an untuk kemajuan kaum muslimin. Metode tafsir ini jenis ini adalah Muhammad Abduh dengan Tafsir al-Manar. Rasyid Ridha dengan al-Wahyatul Muhammadie.

PENUTUP
Simpulan.
1. Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian.
2. Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Diantara firman allah yang mengemukakan kata Ta’wil adalah Artinya : Untuk mencari Fitnah atau mencari-cari takwilnya, pada hal tidak ada yang mengetahui taqwilnya kecuali allah. ( Qs, Ali-Imran 7 )
3. Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua
4. Abu ubaidan dan sekelompok ulama berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil adalah sama kata Al-Maturidy tafsir adalah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat ( lapad ) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah
Tafsir dengan terjemah, baik terjemah harfiyah maupun tafsiriyah tidak sama. Antar keduanya ada perbedaan-perbedaan antara lain:
a. Pada terjemah terjadi perpindahan bahasa dengan kata tidak ada lagi bahasa pertama yang melekat pada bahasa terjemah, tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterkaitan pada bahasa asalnya
b. Pada terjemah tidak boleh melakukan istidhrad yaitu penguraian yang meluas yang melebihi dari sekedar pemindahan bahasa, sedangkan tafsir boleh.
c. Pada terjemah dituntut terpenuhinya semua makna dan maksud yang ada pada bahasa yang diterjemahkan, tidak halnya demikian dengan tafsir.
5. Pada terjemah harus diakui bahwa sipenterjemah sudah melakukan terjemahan,sejau ia telah berhasil memindahkan makna bahasa pertama kebahasa terjemah,sedangkan tafsir tidak

DAFTAR PUSTAKA
1. Manna Kholil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur-an, Pustaka Litera Antarnusa 2007
2. Saifullah dkk, Ulumul Qur-an, Prodia Pratama Sejati 2004
3. Syadah Ahmad, Rofi’i Ahmad, Ulumul Qur’an II, Bandung, CV Pustaka Setia, 2000
4. Supiana, Karman, Ulumul Qur’an, Pustaka Islamika, Bandung, 2002
5. Ahmad Musthafa Hadna, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, Semarang, Dina Utama, 1993
6. Anwar Rosihan, Ilmu Tafsir, Bandung, CV Pustaka Setia, 2000
[chumaira-chumaira.blogspot.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar