SELAMAT DATANG DI BLOG BOCAH NDALAN

Blog ini berisi tentang pendidikan agama islam yang diasuh oleh ustad ahmad Sa'ad.

Senin, 03 Oktober 2011

Antara Tafsir,Ta’wil dan Terjemah

TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH
A. Pengertian Tafsir.
Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Pada dasarnya kata tafsir berdasarkan bahasa tidak terlepas dari kandungan makna Al-Qur’an (Menjelaskan) Al- Bayan ( Menerangkan ) Al-Kasif ( Mengungkapkan ), Al-Azhar ( Menampakkan ) dan Al-Ibanah ( Menjelaskan ). Tafsir secara Istilah adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucap lapaz Al-Qur’an, makna-makan yang ditujukan dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersusun serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun. Dari penjelasan diatas pemakalah mencoba menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah menjelaskan atau menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum paham maksudnya.
B. Pengertian Ta’wil
Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Diantara firman allah yang mengemukakan kata Ta’wil adalah Artinya : Untuk mencari Fitnah atau mencari-cari takwilnya, pada hal tidak ada yang mengetahui taqwilnya kecuali allah. ( Qs, Ali-Imran 7 )
Adapun menurut ulama terdahulu, Ta’wil artinya Tafsir karena itu bila dikatakan Tafsir Ta’wil Al-Qur’an, maka pengertiannya sama Ibn Jabir Al-tabari mengatakan dalam tafsirnya, suatu pendapat tentang ta’wil dalam firman Allah ini … atau ahli Ta’wil berbeda pendapat tentang ayat ini… yang dimaksud disini adalah ahli tafsir Ta’wil dalam istilah mempunyai dua pengertian yaitu :
Ta’wil menakwilkan kalam ( Kata-kata ) berarti apa yang dikembalikan kepadanya oleh orang yang berbicara atau apa yang di ta’wilkan oleh kata-kata dan dikembalikan, kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan hanya kepada hakekatnya, yaitu apa yang dimaksud, terbagi dua yaitu –insyak dan ikbar.
Ta’wil kalam yaitu menafsirkan dan menerangkan hatinya apa yang dikemukakan Ibn jabir At-Thabariy dalam tafsirnya katanya perkataan dalam menakwilkan firman tuhan itu, bagini dan begini
C. Pengertian Tarjamah.
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua.
Sedangkan pengertian tarjamah secara Etimologis menurut Muhammad Abh Al-’Azhim Zarqoni adalah mengungkapkan makna kalam (Pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain ( bukan Bahasa pertama ), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya. Kata terjemahan dapat dipergunakan dalam dua arti :
Tarjamah Harfiyah, yaitu mengalihkan lafas-lafas dari satu bahasa kedalam lafas-lafas yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
Tarjamahan Tafsiriyah atau Tarjamah maknawiyah yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib dengan kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya
D. Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil.
Abu ubaidan dan sekelompok ulama berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil adalah sama kata Al-Maturidy tafsir adalah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat ( lapad ) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah, maka ada dalil yang membenarkan penetapan itu, dipandanglah tafsir yang shohih. Kalau tidak dipandanglah tafsir yang berdasarkan pikiran yang tidak dibenarkan, ta’wil ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima ayat ( lapad ), yakini salah satu mutamilad, dengan tidak menyakini bahwa demikianlah yang sungguh-sungguh dikehendaki Allah
Dikatakan tafsir yaitu apa yang terjadi jelas didalam kitabullah atau jelas didalam hadist sohih, artinya itu jelas tampak, ta’wil yaitu apa yang disimpulkan oleh ulama, dalam hal nin ada yang mengatakan bahwa tafsir itu istilah apa yang bersangkut dengan ayat sedangkan ta’wil yaitu, pa yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan
Kesimpulannya tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Qur’an yang pengertiannya secara tegas mengatakan maksud yang dikehendaki Allah… Azza wa jala… Sedangkan ta’wil pengertian-pengertian tersirat yang diistimbatkan ( diproses ) dari ayat-ayat Al-Qur’an yang memerlukan perenungan dan perkiraan, serta merupakan sarana pembuka tabi
Tafsir dengan terjemah, baik terjemah harfiyah maupun tafsiriyah tidak sama. Antar keduanya ada perbedaan-perbedaan antara lain:
1. Pada terjemah terjadi perpindahan bahasa dengan kata tidak ada lagi bahasa pertama yang melekat pada bahasa terjemah, tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterkaitan pada bahasa asalnya
2. Pada terjemah tidak boleh melakukan istidhrad yaitu penguraian yang meluas yang melebihi dari sekedar pemindahan bahasa, sedangkan tafsir boleh.
3. Pada terjemah dituntut terpenuhinya semua makna dan maksud yang ada pada bahasa yang diterjemahkan, tidak halnya demikian dengan tafsir.
4. Pada terjemah harus diakui bahwa sipenterjemah sudah melakukan terjemahan,sejau ia telah berhasil memindahkan makna bahasa pertama kebahasa terjemah,sedangkan tafsir tidak.

E. Klasifikasi tafsir bil ma’tasur dan tafsir bil ra’yi
1. Tafsir bi al-Matsur
Tasir bil al-Matsur disebut juga tafsir riwayah atau tafsir manqul yaitu tafsir al-Quran yang dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran berdasarkan atas sumber panafsiran dalam Al-Quran dari riwayat para sahabat dan dari riwayat para tabi’in. sebagaimana definisi oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H. A dalam manaa’ul Qaththan.
“Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, Al-Quran dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.”
Tafsir bi al-ma’tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Al-Quran yang dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Al-Quran sendiri dan apa-apa yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun bagi sebagian mufasir lainya tidak memasukkan pendapat tabi’in kepada tafsir bi al-matsur tetapi sebagai tafsir bi al ra’yi.
Hal ini mungkin karena pendapat tabi’in sudah banyak tekooptasi akal atau karena mufasirnya dalam menafsirkan al-quran lebih memprioritaskan kaidah-kaidah bahasa tanpa mementingkan aspek riwayah berbeda dengan sahabat yang memiliki integritas dan kemungkinan besar untuk mengetahui fenafsiran suatu ayat berdasarkan petunjuk nabi bahkan penafsiran sahabat yang menyaksikan nuzul wahyu di hukumi marfu Nabi.
Adapun alasan pendapat yang memasukkan pendapat sahabat sebagai tafsir bi al matsur karena di jumpai kitab-kitab tafsir bi al matsur, seperti tafsir al-thabary dan sebagainya tidak mencukupi dengan menyebutkan riwayat-riwayat dari Nabi atau sahabat saja, tetapi perlu memasukkan pendapat sahabat dalam tafsirnya . Di samping itu, para tabi’in banyak yang bergaul dengan sahabat. Mempelajari ilmu-ilmu mereka dan banyak mengetahui hal ihwal al-Quran dari mereka di banding generasi berikutnya. Apalagi, jika penafsiran itu menyangkut persoalan-persoalan metafisika yang berada di luar kemampuan mereka.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir bi al-matsur bersumber pada al-Quran, penjelasan nabi, pendapat sahabat dan tabi’in.
Dari dua penjelasan di atas maka dapat dipertegas lagi, bahwa penafsiran bi al-ma’tsur ialah: Penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran, penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan Hadits, dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan Asar yang datang dari para sahabat.

2. Tafsir bi al Ra’yi
Menurut Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A dalam manna’ul Qaththan.
“Tafsir bi al Ra’yi ialah (tafsir al-Quran) dimana dalam tafsir tersebut mufasir menerangkan makna hanya berlandaskan kepada pemahaman yang khusus dan tidaklah keterangannya itu dari pemahaman yang sesuai dengan jiwa syari’ah dan yang itu berdasarkan nash-nashnya”.
Kata al ra’yi secara etimologis berarti keyakinan, qiyas dan Ijtihad. Jadi, tafsir bi al ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara Ijtihad. Yakni rasio yang dijadikan titik tolak penafsiran setelah mufasir terlebih dahulu memahami bahasa Arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian) nya dan mufasari juga menggunakan syair-syair arab jahili sebagai pendukung, di samping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, qira’at dan lain-lain.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan Ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Quran, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil pemiiran mufasir sendiri maka sering terjadi perbedaan di antara seorang mufasir dengan mufasir lainnya dibanding tafsir bil al-Matsur, tidak heran kalau ada sebagian ulama yang menolak corak penafsiran al-Ra’yi ini, seperti halnya Ibn Taimiyah. Ini bukan berarti tafsir corak ini tidak mendapat pendapat tempat di kalangan para ulama. Sebagian ulama menerimanya dengan syarat-syarat tertentu dan kaidah-kaidah yang ketat, syarat-syarat yang dimaksud adalah:
a. Menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya.
b. Menguasai ilmu-ilmu Al-Quran
c. Berkaidah yang benar.
d. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam dan menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.
Tidak terpenuhinya syarat-syarat ini, maka seorang mufasir akan terjebak pada penyimpangan dalam menafsirkan al-Quran. Di samping itu penerimaan mereka juga didasarkan atas ayat-ayat al-quran sendiri, yang menurut mereka, sering menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Ayat-ayat yang mendukungnya, sebagian dikutip al-Shubhi Shalih, di antaranya ayat ke-24 dari surat Muhammad dan ayat ke-29 dari surah shad.

Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga dengan istilah tafsir dirayah dan tafsir ma’qul, yaitu: “Penjelasan-penjelasan yang bersendi pada ijtihad dan akal, berpegang pada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya”. Ali As-Sabuni menjelaskan:
Artinya:
“Yang dimaksud dengan ar-ra’yu di sini adalah ijtihad, karena itu tafsir secara ra’yu berarti tafsir al-Quran berdasarkan ijtihad setelah mufassir mengetahui kata-kata dan uslub orang Arab dalam berbicara, serta menetahui lafaz-lafaz bahasa Arab dan pengertiannya”.
Jadi maksud ra’yu di sini bukan semata-mata pendapat, atau menafsirkan Al-Quran berdasarkan kata hati dan hawa nafsu seseorang. Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya telah menuliskan:
Artinya:
“Siapa yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan imajinasinya tanpa berdasarkan kaidah-kaidah, maka ia adalah orang yang keliru”.
Untuk menghindari kesesatan penafsiran Al-Quran, maka ijtihadnya harus disandarkan pada petunjuk-petunjuk yang benar. Berhubungan dengan hal ini, maka senada dengan imam Az-Zarkasyi, imam As-Suyuti menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang harus dipegangi dalam menafsirkan Al-Quran bi ar-Ra’yi itu ada empat, yaitu:
a. Dikutif dari Rasul dengan menghindari Hadits-hadits dha’if dan maudhu.
b. Mengambil dari pendapat para sahabat dalam hal tafsir karena kedudukan-nya adalah marfu.
c. Mengambil berdasarkan bahasa Arab secara mutlak, karena Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab.
d. Mengambil berdasarkan ucapan yang popular di kalangan orang Arab serta sesuai dengan ketentuannya syara.
e. Para ulama telah berselisih pendapat mengenai kedudukan tafsir bi ar ra’yi, sebahagian membolehkan dengan cara ini, sedang yang lainnya tidak tidak memperbolehkannya. Masing-masing pihak mempunyai argumentasi sendiri-sendiri, namun bila ditinjau dengan teliti dan cermat ternyata perselisihan itu tidak menyangkut masalah prinsip, hanya menyangkut cara pengungkapannya saja.
Oleh karena itu kedua pandangan tersebut bisa ditarik dan dipadukan, dimana tafsir bi ar-ra’yi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-Mahmud), yaitu: Penafsiran dengan ijtihad yang menggunakan kaidah dan persyaratan, sehingga jauh untuk menyimpang.
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela (al-mazmum), yaitu: apabila penafsirannya tidak memenuhi beberpa persyaratan, sehingga ia berada dalam kesesatan dan kejahilan.
F. Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an
1. Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Tafsir al-ijmali ialah penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.Contoh tafsir ijmali : Tafsir al-Jalalayn karya Jalal al-Din al-Suyuthi, Tafsir Al-qur’anul al-Azhim karya Farid al-Wajdi, Shafwah al-Bayan li Ma’an al-Qur’an karya Syekh Muhammad Mahlut, Tafsir al-Nuyassar karya Syekh ‘Abd al-Jalil ‘Isa.
2. Tafsir metode tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-qur’an dari seluruh aspeknya. Contoh tafsir tahlili : Kitab Tafasir karya Fachruddin al-Razi dan Tafsir Ibnu Jarir at-Thabari.
3. Tafsir mawdhuiy berarti penafsiran al-Qur’an menurut tema atau topik tertentu. Contoh tafsir mawdhu’iy : Kitab Min Huda Al-Qur’an karya Mahmud Syaltut, al-Mar’ah fi Al-Qur’an karya Mahmud al-‘Aqad, al-Riba fi Al-Qur’an karya Abu al-‘Ala al-Muwdudiy, Muqawwamah al-Insan fi Al-Qur’an karya Ibrahim Mhana, Tafsir Surat al-Fath karya Ahmad Sayyid al-Kumiy, Tafsir Surat Yasin karya Hasan al-Aridh.
4. Tafsir muqarin adalah yafsir yang menafsirkan sekelompok ayat al-Qur’an atau sesuatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan itu.
5. Tafsir al-Fikhiy atau tafsir al-ahkam adalah corak tafsir yang berorientasi kepada hukum Islam (fiqh). Contoh corak al-fikhiy : Al-Qurthuby Ahkamul Qur’an, As-Shobuny Ahkamul Qur’an dan Ahkamul Qur’an karya al-Jhissas
6. Tafsir lugawi terkadang disebut tafsir adabi, yaitu tafsir al-Qur’an yang dalam menjelaskan ayat-ayat susi al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti dari segi I’rab dan harakat bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusastraan. Contoh tafsir ini : “Al-Kasysyaf” karya Az-Zamakhsyari, Tafsir “Bharul Muhit” karya Al-Andalusi.
7. Tafsir keilmuan adalah penafsiran al-Qur’an tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bidang ilmu pengetahuan alam dan pengetahuan umum.Contoh tafsir ini : Imam Fakhr A-Razi di dalam tafsir al-Kabir. Imam Al-Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’a, Imam As-Suyuthi di dalam al-Itqan.
8. Al-Tafsir al-falsafy atau al-tafsir al-rumaziy atau al-tafsir al-‘aqliy adalah tafsir al-Qur’an yang beraliran filsafat, yang pada umumnya difokuskan kepada bidang filsafat dan menyesuaikan paham filsafat melalui petunjuk berupa rumus-rumus. Contoh tafsir ini. Fachruddin al-Razi dengan karyanya Mafatihul Ghaib dab az-Zamakhsyari dengan al-Kasysyaf.
9. Tafsir sufiy di bagi dua yaitu :
a. al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy (teoritis) adalah tafsir yang disusun oleh ulam-ulama yang dalam menafsirkan al-Qur’an berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka anut dan kembangkan.
b. Tafsir sufi Faidli atau Isyari Yaitu penafsiran al-Qur’an dalam bentuk perwakilan yang sesuai dengan isyarat-isyarat tersembunyi dari ayat-ayat itu dan tampak bagi kaum sufi tatkala mereka melakukan suluk.
 Tafsir yang bercorak shufiy adalah Tafsir Al-Qur’an al-Azhim karya Abdullah al-Tustury, Haqaiq al-Tafsir karya al-‘Alamah al-Sulamiy, ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an karya Imam al-Syiraziy.
10. Tafsir sosiokultur (adabul ijtimia’iy) merupakan penafsiran ayat yang menjelaskan tentang perubahan sosio-budaya yang terjadi di masyarakat dalam perspektif al-Qur’an, menjelaskan tentang fitrah kemanusiaan dan sebab-sebab kemajuan dalam sejarah dan menyimpulkannya dari al-Qur’an untuk kemajuan kaum muslimin. Metode tafsir ini jenis ini adalah Muhammad Abduh dengan Tafsir al-Manar. Rasyid Ridha dengan al-Wahyatul Muhammadie.

PENUTUP
Simpulan.
1. Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian.
2. Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Diantara firman allah yang mengemukakan kata Ta’wil adalah Artinya : Untuk mencari Fitnah atau mencari-cari takwilnya, pada hal tidak ada yang mengetahui taqwilnya kecuali allah. ( Qs, Ali-Imran 7 )
3. Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata bahasa pertama kepada kedua
4. Abu ubaidan dan sekelompok ulama berpendapat bahwa tafsir dan ta’wil adalah sama kata Al-Maturidy tafsir adalah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat ( lapad ) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah
Tafsir dengan terjemah, baik terjemah harfiyah maupun tafsiriyah tidak sama. Antar keduanya ada perbedaan-perbedaan antara lain:
a. Pada terjemah terjadi perpindahan bahasa dengan kata tidak ada lagi bahasa pertama yang melekat pada bahasa terjemah, tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterkaitan pada bahasa asalnya
b. Pada terjemah tidak boleh melakukan istidhrad yaitu penguraian yang meluas yang melebihi dari sekedar pemindahan bahasa, sedangkan tafsir boleh.
c. Pada terjemah dituntut terpenuhinya semua makna dan maksud yang ada pada bahasa yang diterjemahkan, tidak halnya demikian dengan tafsir.
5. Pada terjemah harus diakui bahwa sipenterjemah sudah melakukan terjemahan,sejau ia telah berhasil memindahkan makna bahasa pertama kebahasa terjemah,sedangkan tafsir tidak

DAFTAR PUSTAKA
1. Manna Kholil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur-an, Pustaka Litera Antarnusa 2007
2. Saifullah dkk, Ulumul Qur-an, Prodia Pratama Sejati 2004
3. Syadah Ahmad, Rofi’i Ahmad, Ulumul Qur’an II, Bandung, CV Pustaka Setia, 2000
4. Supiana, Karman, Ulumul Qur’an, Pustaka Islamika, Bandung, 2002
5. Ahmad Musthafa Hadna, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, Semarang, Dina Utama, 1993
6. Anwar Rosihan, Ilmu Tafsir, Bandung, CV Pustaka Setia, 2000
[chumaira-chumaira.blogspot.com]
Selengkapnya...

Minggu, 02 Oktober 2011

Biografi Habib Munzir Al-Musawa


Al-Allamah wal Fahamah Sayyidi Syarif Al-Habib Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Al-musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Alghayur bin Muhammad Faqihil Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir bin Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al Uraidhiy bin Jakfar Asshadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein Dari Fathimah Azahra Putri Rasul SAW.Nama beliau Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa, dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa barat, pada hari jum’at 23 februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393H, setelah beliau menyelesaikan sekolah menengah atas, beliau mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bhs.Arab di LPBA Assalafy Jakarta timur, lalu memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, kemudian beliau meneruskan untuk lebih mendalami Syari’ah ke Ma’had Darul Musthafa, Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994, selama empat tahun, disana beliau mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu tafsir Al Qur;an, Ilmu hadits, Ilmu sejarah, Ilmu tauhid, Ilmu tasawuf, mahabbaturrasul saw, Ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya.

Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah, dengan mengunjungi rumah rumah, duduk dan bercengkerama dg mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah Habib Munzir membuka majlis, jumlah hadirin sekitar enam orang, beliau terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah swt, yang membuat hati pendengar sejuk, beliau tidak mencampuri urusan politik, dan selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll, tapi justru mewarnai semua gerak gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy, kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan, inilah Dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing masing dg kesibukannya tapi hati mereka bergabung dg satu kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam. Majelisnya mengalami pasang surut, awal berdakwah ia memakai kendaraan umum turun naik bus, menggunakan jubah dan surban, serta membawa kitab-kitab. Tak jarang beliau mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar. Beliau bahkan pernah tidur di emperan toko ketika mencari murid dan berdakwah. Kini majlis taklim yang diasuhnya setiap malam selasa di Masjid Al-Munawar Pancoran Jakarta Selatan, yang dulu hanya dihadiri tiga sampai enam orang, sudah berjumlah sekitar 10.000 hadirin setiap malam selasa, Habib Munzir sudah membuka puluhan majlis taklim di seputar Jakarta dan sekitarnya, beliau juga membuka majelis di rumahnya setiap malam jum’at bertempat di jalan kemiri cidodol kebayoran, juga sudah membuka majlis di seputar pulau jawa, yaitu:

Jawa barat :

Ujungkulon Banten, Cianjur, Bandung, Majalengka, Subang.

Jawa tengah :

Slawi, Tegal, Purwokerto, Wonosobo, Jogjakarta, Solo, Sukoharjo, Jepara, Semarang,

Jawa timur :

Mojokerto, Malang, Sukorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo.

Bali :

Denpasar, Klungkung, Negara, Karangasem.

NTB

Mataram, Ampenan

Luar Negeri :

Singapura, Johor, Kualalumpur.

Buku-buku yang sering menjadi rujukan beliau di majelisnya antara lain: kitab As-syifa (Imam Fadliyat), Samailul Muhammadiyah (Imam Tirmidzi), Mukasyifatul Qulub (Imam Ghazali), Tambili Mukhdarim (Imam Sya’rani), Al-Jami’ Ash-Shahih/Shahih Bukhari (Imam Bukhari), Fathul Bari’ fi Syarah Al-Bukhari (Imam Al-Astqalani), serta kitab karangan Imam Al-Haddad dan kitab serta pelajaran yang didapat dari guru beliau Habib Umar bin Hafidh.

Nama Rasulullah SAW sengaja digunakan untuk nama Majelisnya yaitu “Majelis Rasulullah SAW”, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai. Sebab beliau berharap, semua jamaahnya bisa meniru dan mencontoh Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai panutan hidup.

Adapun guru-guru beliau antara lain:

Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung), Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus, Habib Umar bin Abdurahman Assegaf, Habib Hud Bagir Al-Athas, di pesantren Al-Khairat beliau belajar kepada Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar, dan di Hadramaut beliau belajar kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa), juga sering hadir di majelisnya Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim).

Dan yang paling berpengaruh didalam membentuk kepribadian beliau adalah Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Salah satu sanad Guru beliau adalah:

Al-Habib Munzir bin fuad Al-Musawa berguru kepada Guru Mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Musnid Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdullah Assyatiri,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (simtuddurar),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur (shohibulfatawa),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Husen bin Thohir,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Umar bin Seggaf Assegaf,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Hamid bin Umar Ba’alawiy,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Habib Al-Hafizh Ahmad bin Zein Al-Habsyi,

Dan beliau berguru kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (shohiburratib),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Husein bin Abubakar bin Salim,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Al-Allamah Al-Habib Abubakar bin Salim (fakhrulwujud),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahabuddin,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman bin Ali (Ainulmukasyifiin),

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Abubakar (assakran),

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abubakar bin Abdurrahman Assegaf,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman Assegaf,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Muhammad Mauladdawilah,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Alwi Al-ghayur,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Imam faqihilmuqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbath,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Shahib Marbath bin Ali,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Muhammad,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far Asshadiq,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ja’far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Zainal Abidin Assajjad,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Husein ra,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Ali bin Abi Thalib ra,

Dan beliau berguru kepada Semulia-mulia Guru, Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW, maka sebaik-baik bimbingan guru adalah bimbingan Rasulullah SAW.

Sanad guru beliau sampai kepada Rasulullah SAW, begitu pula nasabnya. Demikian biografi singkat ini dibuat mohon maaf apabila ada kesalahan.
Selengkapnya...

Cerita Karomah Habib Munzir Al Musawwa


Cerita dari jamaah Majelis Rasulullah tentang Karomah Habib Munzir Al Musawwa

Artikel dibawah ini awalnya, dari web pembaca blog saya. Kemudian si pemilik web, mas yogo saptono memberikan sumber aslinya dari milist MajelisRasulullah majelisrasulullah@yahoogroups.com. Artikel dibawah ini merupakan postingan dalam milist tersebut yang dikirim oleh pemudasuci@yahoo.com. Beberapa bagian saya potong untuk mempermudah pembacaan. Selanjutnya tulisan dibawah ini merupakan isi postingan dimilist tersebut.Ketika ada orang yg iseng bertanya padanya : wahai habib, bukankah Rasul saw juga punya rumah walau sederhana??, beliau tertegun dan menangis, beliau berkata : iya betul, tapikan Rasul saw juga tidak beli tanah, beliau diberi tanah oleh kaum anshar, lalu bersama sama membangun rumah.., saya takut dipertanyakan Allah kalau ada orang muslim yg masih berumahkan koran di pinggir jalan dan di gusur gusur, sedangkan bumi menyaksikan saya tenang tenang dirumah saya..

pernah ada seorang wali besar di Tarim, guru dari Guru Mulia Almusnid alhabib Umar bin Hafidh, namanya Hb Abdulqadir Almasyhur, ketika hb munzir datang menjumpainya, maka habib itu yg sudah tua renta langsung menangis.. dan berkata : WAHAI MUHAMMAD…! (saw), maka Hb Munzir berkata : saya Munzir, nama saya bukan Muhammad.., maka habib itu berkata : ENGKAU MUHAMMAD SAW..!, ENGKAU MUHAMMAD.. SAW!, maka hb Munzir diam… lalu ketika ALhabib Umar bin Hafidh datang maka segera alhabib Abdulqadir almasyhur berkata : wahai umar, inilah Maula Jawa (Tuan Penguasa Pulau Jawa), maka Alhabib Umar bin Hafidh hanya senyam senyum.. (kalo ga percaya boleh tanya pada alumni pertama DM)

lihat kemanapun beliau pergi pasti disambut tangis ummat dan cinta, bahkan sampai ke pedalaman irian, ongkos sendiri, masuk ke daerah yg sudah ratusan tahun belum dijamah para da’i, ratusan orang yg sudah masuk islam ditangannya, banyak orang bermimpi Rasul saw selalu hadir di majelisnya,

bahkan ada orang wanita dari australia yg selalu mimpi Rasul saw, ia sudah bai’at dengan banyak thariqah, dan 10 tahun ia tak lagi bisa melihat Rasul saw entah kenapa, namun ketika ia hadir di Majelis Hb Munzir di masjid almunawar, ia bisa melihat lagi Rasulullah saw..

maka berkata orang itu, sungguh habib yg satu ini adalah syeikh Futuh ku, dia membuka hijabku tanpa ia mengenalku, dia benar benar dicintai oleh Rasul saw, kabar itu disampaikan pada hb munzir, dan beliau hanya menunduk malu..

beliau itu masyhur dalam dakwah syariah, namun mastur (menyembunyikan diri) dalam keluasan haqiqah dan makrifahnya. .

bukan orang yg sembarangan mengobral mimpi dan perjumpaan gaibnya ke khalayak umum

ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenagn tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat, dan Hb Umar Maulakhela masih panjang usianya.. benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar maulakhela sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg lalu..

ketika Hb Anis Alhabsyi solo sakit keras dan dalam keadaan kritis, orang orang mendesak hb munzir untuk menyambangi dan mendoakan Hb Anis, maka beliau berkata pd orang orang dekatnya, hb anis akan sembuh dan keluar dari opname, Insya Allah kira kira masih sebulan lagi usia beliau,..

betul saja, Hb Anis sembuh, dan sebulan kemudian wafat..

ketika gunung papandayan bergolak dan sudah dinaikkan posisinya dari siaga 1 menjadi “awas”, maka Hb Munzir dg santai berangkat kesana, sampai ke ujung kawah, berdoa, dan melemparkan jubahnya ke kawah, kawah itu reda hingga kini dan kejadian itu adalah 7 tahun yg lalu (VCD nya disimpan di markas dan dilarang disebarkan)

demikian pula ketika beliau masuk ke wilayah Beji Depok, yg terkenal dg sihir dan dukun dukun jahatnya., maka selesai acara hb munzir malam itu, keesokan harinya seorang dukun mendatangi panitya, ia berkata : saya ingin jumpa dg tuan guru yg semalam buat maulid disini..!, semua masyarakat kaget, karena dia dukun jahat dan tak pernah shalat dan tak mau dekat dg ulama dan sangat ditakuti, ketika ditanya kenapa??, ia berkata : saya mempunyai 4 Jin khodam, semalam mereka lenyap., lalu subuh tadi saya lihat mereka (Jin jin khodam itu) sudah pakai baju putih dan sorban, dan sudah masuk islam, ketika kutanya kenapa kalian masuk islam, dan jadi begini??, maka jin jin ku berkata : apakah juragan tidak tahu?, semalam ada Kanjeng Rasulullah saw hadir di acara Hb Munzir, kami masuk islam..!

kejadian serupa di Beji Depok seorang dukun yg mempunyai dua ekor macan jadi jadian yg menjaga rumahnya, malam itu Macan jejadiannya hilang, ia mencarinya, ia menemukan kedua macan jadi2an itu sedang duduk bersimpuh didepan pintu masjid mendengarkan ceramah hb munzir..

demikian pula ketika berapa muridnya berangkat ke Kuningan Cirebon, daerah yg terkenal ahli santet dan jago jago sihirnya, maka hb munzir menepuk bahu muridnya dan berkata : MA’ANNABIY.. !, berangkatlah, Rasul saw bersama kalian..

maka saat mereka membaca maulid, tiba tiba terjadi angin ribut yg mengguncang rumah itu dg dahsyat, lalu mereka mnta kepada Allah perlindungan, dan teringat hb munzir dalam hatinya, tiba tiba angin ribut reda, dan mereka semua mencium minyak wangi hb munzir yg seakan lewat dihadapan mereka, dan terdengarlah ledakan bola bola api diluar rumah yg tak bisa masuk kerumah itu..

ketika mereka pulang mereka cerita pd hb munzir, beliau hanya senyum dan menunduk malu..

demikian pula pedande pndande Bali, ketika Hb Munzir kunjung ke Bali, maka berkata muslimin disana, habib, semua hotel penuh, kami tempatkan hb ditempat yg dekat dengan kediaman Raja Leak (raja dukun leak) di Bali, maka hb munzir senyum senyum saja, keesokan harinya Raja Leak itu berkata : saya mencium wangi Raja dari pulau Jawa ada disekitar sini semalam..

maaf kalo gue ceplas ceplos, cuma gue lebih senang guru yg mengajar syariah namun tawadhu, tidak sesohor, sebagaimana Rasul saw yg hakikatnya sangat berkuasa di alam, namun membiarkan musuh musuhnya mencaci dan menghinanya, beliau tidak membuat mereka terpendam dibumi atau ditindih gunung, bahkan mendoakan mereka,

demikian pula ketika hb munzir dicaci maki dg sebutan Munzir ghulam ahmad..!, karena ia tidak mau ikut demo anti ahmadiyah, beliau tetap senyum dan bersabar, beliau memilih jalan damai dan membenahi ummat dg kedamaian daripada kekerasan, dan beliau sudah memaafkan pencaci itu sebelum orang itu minta maaf padanya, bahkan menginstruksikan agar jamaahnya jangan ada yg mengganggu pencaci itu,
kemarin beberapa minggu yg lalu di acara almakmur tebet hb munzir malah duduk berdampingan dg si pencaci itu, ia tetap ramah dan sesekali bercanda dg Da’i yg mencacinya sebagai murtad dan pengikut ahmadiyah..

Sumber Mailing list Majelis Rasulullah pemudasuci@yahoo.com
Selengkapnya...

Rabu, 03 Agustus 2011

Keutamaan/Kegunaan/Manfaat Puasa Ramadhan & Fungsi/Tujuan Puasa Di Bulan Ramadan Yang Suci

Puasa wajib ramadhan adalah puasa dengan hukum wajib 'ain yang harus dilakukan oleh setiap orang islam beriman di bulan ramadan yang telah dewasa (akil balig), waras, mampu, merdeka dan tidak dalam safar sesuai dengan perintah langsung dari Allah SWT dalam firmanNya di dalam Kita Suci Al-Qur'an.

Puasa merupakan ibadah wajib yang ada dalam rukun islam dengan menahan lapar dan haus serta hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar di timur hingga terbenam matahari di barat. Orang yang melanggar aturan puasa akan batal puasanya dan wajib mengganti puasanya dengan hari lain di luar romadon.
Firman Allah Mengenai Puasa Ramadhan :

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa"
(Q.S. Al-Baqarah: 183)

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(Q.S. Al-Baqarah: 184).

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.”
(Q.S. Al-Baqarah: 185)

-----

Fungsi / tujuan puasa selama satu bulan penuh di bulan suci ramadhan adalah sangat baik, yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Tuhan yang menciptakan kita Allah SWT. Di samping itu juga terdapat banyak sekali guna dan manfaat dari melaksanakan puasa ramadhan yaitu baik untuk jasmani maupun rohani.

Berikut ini adalah beberapa Manfaat dan Hikmah Puasa Ramadhan :

1. Membuat kita lebih taqwa kepada Allah SWT.
2. Mendapatkan pahala yang melimpah ruah.
3. Memberikan efek yang menyehatkan tubuh kita dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
4. Melatih kita untuk menahan nafsu bejat selama hidup di dunia fana.
5. Mendorong kita untuk selalu berbuat kebajikan.
6. Bisa memasukkan kita ke dalam surga jika kita telah mati.
7. Melatih sabar, pengendalian diri, disiplin, jujur, emosi, dll.
8. Mempersempit jalan aliran darah di mana setan berlalu-lalang.
9. Mempererat tali silaturahmi dengan sahur dan buka puasa bersama.
10. Menghilangkan dosa di antara manusia dengan saling maaf-memaafkan di hari lebaran idul fitri kembali ke fitrah manusia.

Berikut ini adalah beberapa Keutamaan Puasa Ramadhan :

1. Orang yang berpuasa ramadhan bisa masuk ke dalam surga ar-raiyan.
2. Puasa bisa menjadi penebus dosa.
3. Orang yang berpuasa akan mendapatkan kegembiraan.
4. Puasa adalah penangkal.
5. Mendapatkan ganjaran dari Allah tanpa hitungan.
6. Bau mulut orang yang melakukan puasa bagi Allah SWT wanginya lebih wangi dari bau kesturi.
7. Puasa dan Al-quran memberikan syafaat.

Puasa hanya wajib bagi orang islam yang beriman kepada Allah SWT. Jika anda tidak beriman, maka anda tidak wajib puasa. Selamat menunaikan ibadah Puasa bagi yang menjalankannya. Semoga pol puasanya dan jangan lupa niat puasa sebelum menjalankan ibadah puasanya :)
Selengkapnya...

Minggu, 31 Juli 2011

Keutamaan Bulan Ramadhan

"Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu bahwasanya Nabi bersabda: “Ummatku telah diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepada ummat-ummat sebelumnya ketika bulan Ramadhan: 1) Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari pada minyak kesturi di sisi Allah, 2) Para Malaikat beristighfar untuk mereka hingga berbuka, 3) Allah memperindah Surga-Nya seiap hari, seraya berfirman kepadanya: “Hampir-hampir para hamba-Ku yang shalih akan mencampakkan berbagai kesukaran dan penderitaan lalu kembali kepadamu,” 4) Syaithan-syaithan durjana dibelenggu, tidak dibiarkan lepas ssepeerti pada bulan-bulan selain Ramadhan, 5) Mereka akan mendapat ampunan di akhir malam.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu terjadi pada malam Lailautl Qadar?” Beliau menjawab, “Bukan, namun pelaku kebaikan akan disempurnakan pahalanya seusai menyelesaikan amalanya."”
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimain

Saudara-saudaraku, ini adalah lima perkara yang Allah persiapkan untuk kalian. Dengan lima perkara tersebut, kalian mendapat kekuhsusan dari Allah di atara ummat-ummat lainnya. Semua itu diberikan Allah untuk menyempurnakan berbagai nikmat-Nya kepada kalian. Sunnguh betapa banyak nikmat dan ketamaan yang telah Allah berikan kepada kalian, sebagaimana firman-Nya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS Al-Imran [3] : 110)

Perkara Pertama

Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum daripada harumnya minyak kesturi di sisi Allah.2 Kata ( ), huruf kha’-nya dibaca dengan fathah atau dhammah, artinya adalah perubahan bau mulut ketika lambung kosong dari makanan. Bau ini dibenci manusia, namun lebih wangi daripada minyak kesturi di sisi Allah sebab ia terlahir dari ketaatan kepada-Nya. Apa saja yang timbul dari ibadah dan ketaatan kepada Allah tentu akan dicintai oleh-Nya, serta pelakukan akan diberikan sesuatu yang lebih baik sebagai pengganti. Tidakkah engkau mengetahui bahwa orang yang mati syahid di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat-Nya itu akan datang pada hari Kiamat dengan darah yang mengalir, warnanya merah darah, namun baunya wangi minyak kesturi?

Perkara Kedua

Para Malaikat akan beristighfar untuk orang-orang yang mengerjakan ibadah puasa hingga mereka berbuka. Para Malaikat adalah hamba-Nya yang dimuliakan di sisi-Nya, sebagaimana Allah mensifati mereka dalam firman-Nya: “…Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66] : 6)

Maka dari itu, sungguh layak apabila Allah mengabulkan doa para Malaikat untuk orang yang berpuasa. Sebab mereka memang telah diizinkan untuk itu. Allah mengizinkan para Malaikat untuk beristighfar bagi mereka untuk mengangkat, meninggikan penyebutan, serta menjelaskan keutamaan puasa ummat ini. Makna istighfar adalah meminta ampunan, yaitu dengan menutupi dan memaafkan dosa, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah keinginan sekaligus tujuan tertinggi. Setiap anak Adam pasti sering berbuat kesalahan dan bersikap melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Sehingga mereka benarbenar membutuhkan ampunan Allah.

Perkara Ketiga

Allah mempeerindah Surga setiap hari sebagai persiapan untuk para hamba-Nya yang shalih dan dalam rangka memotivasi mereka untuk memasukinya. Allah berfirman kepada surge: “Hampir-hampir para hamba-Ku yang shalih mencampakkan beban dan penderitaan…” Yang dimaksud dengan hadits ini adalah mereka mencampakkan beban hidup di dunia dan susah payah serta pendeeritaannya lalu menyingsingkan lengan baju untuk mengerjakan amal-amal shalih yang dengannya mereka hidup bahagia di dunia dan akhirat dan dapat mengantarkan merreka ke Surga, negeri kedamaian dan kemuliaan.

Perkara Keempat

Syaithan-syaithan pembangkan diikat dengan rantai dan belenggu sehingga mereka tidak bias menyesatkan hambahamba Allah yang shalih dari kebenaran dan tidak dapat mencegah mereka dari kebaikan. Ini adalah salah satu bentuk pertolongan Allah kepada para hamba-Nya. Musuh ummat ini diikat sehingga tidak bias mengajak golongan mereka supaya menjadi penghuni Neraka yang menyala- nyala. Oleh sebab itu, dapat engkau saksikan bahwa pada bulan ini orang-orang shalih mempunyai keinginan yang lebih tinggi untk melakukan kebaikan dan menahan diri dari kejelekan dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.

Perkara Kelima

Allah mengampuni ummat Muhammad s pada setiap akhir malam bulan ini. Jika mereka melaksanakan apa yang seharusnya dikerjakan pada bulan yang mulia ini, berupa puasa dan shalat, maka Allah akan memberikan karunia dengan menyempurnakan pahala mereka ketika telah selesai mengerjakan amal-amal mereka. Sesungguhnya orang yang beramal akan disempurnakan pahala amalnya setelah selesai mengerjakannya. Allah memberikan karunia kepada para hamba-Nya dengan pahala dari tiga sisi:

Pertama: Allah mensyariatkan amal-amal shalih kepada mereka sebagai sebab terampuninya dosa dan terangkatnya derajat mereka. Sekiranya Allah tidak mensyariatkan hal itu, tentulah mereka tidak akan beribadah kepada-Nya dengan amal-amal shalih tersebut. Sebab ibadah tidak diambil melainkan dari wahyu Allah kepada Rasul-Nya.Oleh karena itu, Allah mengingkari orang-orang yang mengada-adakan syariat selain diri-Nya dan menjadikan hal tersebut sebagai kesyrikan. Allah berfirman:

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS Asy-Syuura [42] : 21)

Kedua: Mereka diberi taufik oleh Allah untuk mengerjakan amal shalih yang telah ditinggalkan kebayakan manusia. Sekiranya bukan karena taufik dan pertolongan Allah kepada mereka, tentulah mereka tidak akan mengerjakannya. Hanya milik Allah lah segala keutamaan dan karunia dalam hal ini.
Allah berfirman:

“Mereka merasa telah memberi ni’mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi ni’mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orangorang yang benar.”” (QS Al-Hujarat [49 : 17)

Ketiga: Allah member karunia dengan pahala yang melimpah. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan jauh lebih banyak daripada itu. Karunia berupa amal dan pahala berasal dari Allah semata, segala puji bagi-Nya. Dialah pemilik, pemelihara dan penggatur alam semesta.
Saudara-saudaraku, Ramadhan adalah nikmat yang besar bagi orang-orang yang mendapatinya dan menunaikan haknya. Yaitu, dengan kembali kepada Rabb-nya dari kemaksiatan menuju ketaatan kepadaNya, dari kelalaian menuju Ingat kepada- Nya, dan dari jauhnya diri menuju taubat kepada-Nya.

***

1. Diriwaytkan oleh Al-Bazzar dan Al-Baihaqi dalam kitab Ats-Tsawaab sanadnya lemah sekali, tetapi sebagian lafazh hadits tersebut mempunyai shaid (penguat yang shahih).

Sumber: Majelis Syahri Ramdhan (id) .
Selengkapnya...

Selasa, 19 Juli 2011

Profil Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf

Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Al-Habib Abdulkadir bin Abdurrahman Assegaf ( tokoh alim dan imam Masjid Jami' Asegaf di Pasar Kliwon Solo),
berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syech mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut oleh paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosull yang diawali dari Kota Solo. Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosullnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama'ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosull SAW dalam kehidupan ini.
Ahbabul Musthofa, adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosull SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan, berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .
Selengkapnya...